^^

Senin, 31 Desember 2012

Segenggam Gandum dan Sekerat Daging


Pagi ini, mendung dan dingin semakin membekas ditulang-tulang. Alhamdulillah, segenggam gandum dan sekerat daging telah terpanggang diperapian, disamping air yang selalu mewadah di perut-perut kerontang kami dan mengalir di kerongkongan yang menyuarakan takbir-takbir kami.
“Beruntung sekali. Dari mana segenggam gandum dan sekerat daging itu?”
“Amru kecilku telah mencurinya dari gudang Israel.”
“Mencuri?”
“Iya.”
“Tidakkah engkau takut dosa?”
“Sebenarnya aku mengambil hakku. Ladang-ladang kita telah ludes oleh rampasan Israel.”
“Lalu, kenapa hanya segenggam saja yang diambil?”
“Untuk segenggam saja, Amru kecilku harus terengah-engah. Tujuh lapis dinding gudang dan lima orang pasukan Israel terlalu gagah untuk dia.”
Mereka mengangguk, saling berpandangan dan menahan pedih yang tercekat di hati mereka sambil mengingati putra-putria mereka yang tak boleh lemah dan menyerah. Juga untuk istiqomah yang harus selalu mereka kucurkan untuk lelaki dan buah hatinya, “Jangan pulang Nak! Ibu tidak akan menerimamu jika ketakutanmasih merajai hatimu!”
Mereka menghela nafas panjang.
“Di manakah Amru kecilmu sekarang?”
“Ia tengah pergi menyunting kekasihnya.”
“Ha? Siapakah, di manakah kekasih hatinya ada?”
“Bidadari di surga Allah..”
………
Tanpa sadar, saya menitikkan airmata ketika membaca sepenggal kisah anak palestina ini dalam sebuah buku. Alhamdulillah, kisah tersebut rupanya telah lebih dari cukup bagi saya untuk mengetahui jawaban atas cinta yang belum saya dan mungkin teman-teman pahami. Cinta kepada jihad.
Selama ini, kepedulian pada jihad dan keberpihakan atas perjuangan dalam perang melawan kezaliman memang tidak cukup menggunung. Padahal jihad memiliki kedudukan yang mulia, yang tidak kalah dengan kedudukan mencintai orang tua. Mungkin hal ini terjadi karena perjuangan itu seringkali tidak di depan mata sehingga tidak dapat dirasakan dalam sesaat. Begitupun opini yang dikemas media, tak cukup memberi informasi yang mampu mendongkrak nurani kita. Yang kita tahu, palestina adalah semata-mata tempat orang perang. Bahkan, mungkin ada yang beranggapan palestina adalah tempat berperang orang-orang Islam Fundamentalis.
Melalui kisah ini, semoga kita dapat belajar tentang cinta. Cinta yang special pada jihad, setelah kita meletakkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Terlalu mudah mungkin belajar mencintai dengan cara demikian. Tidak seperti para pejuang itu, yang membuktikan cintanya dengan pengorbanan jiwa.
Suatu saat nanti, mari kita membuktikan cinta yang seperti mereka,…..
Wallahu a’lam bish shawwab.

(Panggilan Rindu Dari Langit)

Tahun Baru..


Pergantian tahun selalu disambut meriah. Entah apa yang bikin orang happy banget menyambut tahun baru. Riuhnya suara terompe, petasan gemerlap kembang api yang harganya bisa menutupi biaya sekolah anak sekampung, pawai kendaraan yang bebas tilang polisi, seolah tidak mengenal kesusahan beruntun yang menimpa rakyat Indonesia.
Untuk siapa dan untuk apa ya sukaria itu?
Bersenang-senang tentu tidak salah, tapi jangan mubazir. Husnuzhonnya sih, semua yang bergembuira ria menjelang pergantian tahun, tentu bahagia karena tahun yang penuh musibah akan segera berlalu. Tapi coba ingat deh, bahwa yang berganti sebenarnya Cuma kalender doing. Harinya tetap sama, senin sampai ahad. Lingkungan yang kita tinggali masih sama, banyak banjir, barang-barang mahal dan cari kerja susah. Nggak bakal ada perubahan yang menyenangkan kalau setiap anak bangsa tidak belajar dari kesulitan yang telah lalu. So, buang jauh-jauh ‘Topeng Sukaria’ di akhir tahun. Menangis lebih layak kita lakukan karena seabrek kelalaian masih saja kita kerjakan.

v  Jika Tak Ingin Bencana Mampir Lagi
Menyikapi pergantian tahun, terutama tahun hijriah yang penuh semangat hijrah Rasulullah SAW, ada baiknya kita koreksi diri lagi sudah benarkah kita dalam menapaki tahun-tahun yang silih berganti.
Dari Abdullah bin Umar RA berkata :
“Rasulullah SAW menghadap kearah kamiseraya bersabda :
“Wahai kaum Muhajirin, ada lima hal yang aku berlindung diri kepada Allah SWT agar kalian tidak menjumpainya, (1) tidaklah menyebar perbuatan keji (zina) pada suatu kaum hingga mereka terang-terangan melakukannya melainkan mereka akan ditimpa wabah-wabah penyakit dan kelaparan yang belum pernah menimpa orang-orang sebelum mereka. (2) tidaklah suatu kaum yang mengurangi takaran (dalam Jual-beli) melainkan mereka akan ditimpa paceklik, sulit mendapatkan makanan dan jahatnya penguasa. (3) tidaklah suatu kaum yang enggan mengeluarkan zakat dari harta mereka melainkan akan terhalang air hujan dari langit, kalau saja bukan karena (ada) binatang niscaya tidak diturunkan hujan. (4) tidaklah suatu kaum mengingkari janji melainkan Allah SWT akan menguasakan atas mereka musuh-musuh yang bukan dari golongan mereka, mereka mengambil sebagian harta yang ada ditangan mereka. (5) dan selama pemimpin-pemimpin mereka tidak menerapkan hukum Allah SWT dan memilah-milih apa yang Allah SWT turunkan dalam kitab-Nya, niscaya Allah SWT akan menjadikan saling berkeras-kerasan di antara mereka.” (HR Ibnu Majah dan Al-Hakim)
Subahanallah, apa yang disampaikan Rasulullah diatas, ternyata kejadian bener di Negara kita. Semua terbukti 100%. Tapi sayangnya, bukti yang terjadi kebanyakan bukti jeleknya.
So, bagaimana menurut temen-temen sekalian, apakah semua bencana itu kan berhenti? Tentu tidak, jika masing-masing dari kita masih selalu memikirkan apa yang terbaik untuk diri sendiri. Jika semua pejabat masih berkoar “demi kepentingan rakyat”, padahal demi kepentingan perutnya, teguran Allah akan terus datang.
Walaupun kita bukan pejabat, bukan penguasa, atau bukan pemegang kebijakan, tapi mencegah bencana dengan meninggalkan apa yang ditakuti oleh Rasulullah tadi wajib kita lakukan. Mencegah bencana, baik kecil atau besar, manfaatnya bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang banyak di sekeliling kita. Joseph Campbell mengatakan, “pada saat kita berhenti berpikir tentang diri kita sendiri, kita sebenarnya tengah mengalami perubahan hati nurani yang sungguh heroic.”