Pagi ini, mendung
dan dingin semakin membekas ditulang-tulang. Alhamdulillah, segenggam gandum
dan sekerat daging telah terpanggang diperapian, disamping air yang selalu
mewadah di perut-perut kerontang kami dan mengalir di kerongkongan yang
menyuarakan takbir-takbir kami.
“Beruntung sekali.
Dari mana segenggam gandum dan sekerat daging itu?”
“Amru kecilku
telah mencurinya dari gudang Israel.”
“Mencuri?”
“Iya.”
“Tidakkah engkau
takut dosa?”
“Sebenarnya aku
mengambil hakku. Ladang-ladang kita telah ludes oleh rampasan Israel.”
“Lalu, kenapa
hanya segenggam saja yang diambil?”
“Untuk segenggam
saja, Amru kecilku harus terengah-engah. Tujuh lapis dinding gudang dan lima
orang pasukan Israel terlalu gagah untuk dia.”
Mereka mengangguk,
saling berpandangan dan menahan pedih yang tercekat di hati mereka sambil
mengingati putra-putria mereka yang tak boleh lemah dan menyerah. Juga untuk
istiqomah yang harus selalu mereka kucurkan untuk lelaki dan buah hatinya,
“Jangan pulang Nak! Ibu tidak akan menerimamu jika ketakutanmasih merajai
hatimu!”
Mereka menghela
nafas panjang.
“Di manakah Amru
kecilmu sekarang?”
“Ia tengah pergi
menyunting kekasihnya.”
“Ha? Siapakah, di
manakah kekasih hatinya ada?”
“Bidadari di surga
Allah..”
………
Tanpa
sadar, saya menitikkan airmata ketika membaca sepenggal kisah anak palestina
ini dalam sebuah buku. Alhamdulillah, kisah tersebut rupanya telah lebih dari
cukup bagi saya untuk mengetahui jawaban atas cinta yang belum saya dan mungkin
teman-teman pahami. Cinta kepada jihad.
Selama
ini, kepedulian pada jihad dan keberpihakan atas perjuangan dalam perang
melawan kezaliman memang tidak cukup menggunung. Padahal jihad memiliki
kedudukan yang mulia, yang tidak kalah dengan kedudukan mencintai orang tua.
Mungkin hal ini terjadi karena perjuangan itu seringkali tidak di depan mata
sehingga tidak dapat dirasakan dalam sesaat. Begitupun opini yang dikemas
media, tak cukup memberi informasi yang mampu mendongkrak nurani kita. Yang
kita tahu, palestina adalah semata-mata tempat orang perang. Bahkan, mungkin
ada yang beranggapan palestina adalah tempat berperang orang-orang Islam
Fundamentalis.
Melalui
kisah ini, semoga kita dapat belajar tentang cinta. Cinta yang special pada
jihad, setelah kita meletakkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Terlalu mudah
mungkin belajar mencintai dengan cara demikian. Tidak seperti para pejuang itu,
yang membuktikan cintanya dengan pengorbanan jiwa.
Suatu saat nanti, mari kita
membuktikan cinta yang seperti mereka,…..
Wallahu a’lam bish shawwab.
(Panggilan Rindu Dari Langit)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar